Siti Jenar, sosok yang namanya tak asing dalam sejarah Islam Nusantara. Dikenal sebagai murid Sunan Kalijaga, ia memicu kontroversi dengan ajarannya yang dianggap menyimpang dari ortodoksi Islam. Artikel ini akan menelusuri jejak nya, mulai dari peranannya di Kasunanan Demak, pemikirannya yang kontroversial, hingga misteri kematiannya yang tragis.
Daftar isi
Perjalanan Hidup Siti Jenar:
Lahir di Desa Lemah Abang, Jepara, Siti Jenar sejak muda menunjukkan minat mendalam pada ilmu agama. Ia berguru kepada Sunan Kalijaga dan menjadi salah satu murid kesayangannya. Di bawah bimbingan Sunan Kalijaga, ia mempelajari ilmu tasawuf dan kebatinan.
Setelah menimba ilmu, Siti Jenar mengabdikan diri di Kasunanan Demak. Ia menjadi penasihat Sultan Trenggono dan berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Namun, ajarannya yang dianggap menyimpang dari ortodoksi Islam mulai menimbulkan kontroversi.
Ajaran Siti Jenar yang Kontroversial:
Salah satu ajaran yang paling kontroversial adalah konsep “Manunggaling Kawula Gusti”. Konsep ini menyatakan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan melalui proses penyatuan diri (manunggal) dengan nafsu. Ajaran ini dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan keesaan Tuhan dan larangan menyamakan diri dengan Tuhan.
Misteri Kematian Siti Jenar:
Kontroversi ajaran Siti Jenar berujung pada kematiannya yang tragis. Ia dihukum mati atas tuduhan penistaan agama oleh Sultan Trenggono. Kematiannya diselimuti misteri dan hingga kini masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Ada yang mengatakan bahwa ia dibunuh atas perintah Sultan Trenggono, ada pula yang mengatakan bahwa ia dibunuh oleh para muridnya sendiri.
Pengaruh Siti Jenar pada Budaya Jawa:
Meskipun ajarannya dianggap kontroversial, Siti Jenar memiliki pengaruh besar pada budaya Jawa. Ajarannya tentang “Manunggaling Kawula Gusti” menjadi salah satu landasan pemikiran kebatinan Jawa. Pengaruhnya juga terlihat dalam karya-karya sastra Jawa, seperti Serat Centhini dan Serat Kalatidha.
Kritik dan Pembelaan terhadap Siti Jenar:
Eksekusi Siti Jenar menuai kritik dari beberapa kalangan. Sunan Kalijaga, gurunya sendiri, dikisahkan membela Siti Jenar dan mempertanyakan dasar hukuman mati tersebut. Ada anggapan bahwa kematian Siti Jenar lebih didasari kepentingan politik Raden Patah, ayah Sultan Trenggono, yang khawatir pengaruh Siti Jenar semakin kuat.
Para pembela Siti Jenar berpendapat bahwa ajaran “Manunggaling Kawula Gusti” disalahartikan. Mereka berargumen bahwa konsep tersebut sebenarnya merupakan metafora untuk menggambarkan kedekatan spiritual antara manusia dengan Tuhan.
Hubungannya dengan Konflik Politik:
Kematian Siti Jenar juga dikaitkan dengan konflik politik antara Kesultanan Demak dan para wali lainnya. Beberapa wali, seperti Sunan Kudus, berseberangan dengan pandangan teologis Siti Jenar. Eksekusi Siti Jenar mungkin dipandang sebagai upaya untuk meredam pengaruh ajarannya yang dianggap membahayakan kesatuan umat Islam.
Debat tentang Kebenaran Sejarah:
Kisah hidup Siti Jenar banyak diceritakan secara turun-temurun melalui tradisi lisan. Hal ini menimbulkan berbagai versi cerita yang terkadang saling bertentangan. Para sejarawan masih memperdebatkan kebenaran sejarah seputar Siti Jenar, mulai dari ajarannya yang sebenarnya hingga detail eksekusinya.
Studi Kasus tentang Islam Nusantara:
Kasus Siti Jenar menjadi contoh menarik tentang Islam Nusantara. Islam Nusantara, yang berkembang di Indonesia, memiliki karakteristik tersendiri yang memadukan ajaran Islam dengan tradisi lokal. Siti Jenar, dengan ajarannya yang dianggap kontroversial, bisa dilihat sebagai representasi dari kompleksitas dan dinamika perkembangan Islam di Nusantara.
Pengaruhnya pada Tarekat dan Kejawen:
Meskipun ajarannya dilarang, pemikiran Siti Jenar tetap lestari dalam tradisi tarekat (sufisme) tertentu di Jawa. Konsep “Manunggaling Kawula Gusti” memiliki resonansi dengan ajaran tarekat yang menekankan penyatuan diri dengan Tuhan.
Selain itu, ajaran Siti Jenar juga memiliki benang merah dengan konsep kejawen, yaitu kepercayaan asli masyarakat Jawa sebelum Islam masuk. Kejawen menekankan pentingnya harmonisasi antara manusia dengan alam dan Tuhan, konsep yang memiliki kesamaan dengan ajaran “Manunggaling Kawula Gusti”.
Representasi dalam Seni dan Budaya:
Meskipun ajarannya dilarang, sosok Siti Jenar tetap hidup dalam seni dan budaya Jawa.
- Wayang: Tokoh wayang bernama Syekh Siti Jenar sering muncul dalam pementasan wayang kulit. Biasanya, ia digambarkan sebagai tokoh yang alim namun memiliki ajaran yang kontroversial.
- Sastra Jawa: Serat Centhini dan Serat Kalatidha mengambil tokoh Siti Jenar sebagai salah satu tokoh sentral. Namun, penggambarannya dalam karya sastra ini beragam, terkadang sebagai wali yang saleh terkadang sebagai tokoh yang menyimpang.
- Ketoprak: Lakon (cerita) ketoprak yang menampilkan kisah Siti Jenar masih kerap dipertontonkan. Lakon tersebut biasanya menitikberatkan pada konflik antara Siti Jenar dengan para wali lainnya.
Representasi Siti Jenar dalam seni dan budaya Jawa menunjukkan betapa kuatnya ingatan kolektif masyarakat terhadap tokoh ini. Meskipun kontroversial, Siti Jenar tetap dilihat sebagai sosok yang memiliki pengaruh dan daya tarik tersendiri.
Relevansi Siti Jenar di Masa Kini:
Di era modern, ajaran Siti Jenar masih menarik untuk dikaji. Konsep “Manunggaling Kawula Gusti” dapat dilihat sebagai ajakan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Selain itu, ajaran tersebut juga bisa ditafsirkan sebagai pentingnya menjaga keselarasan antara manusia dengan alam.
Namun, penting untuk diingat bahwa ajaran Siti Jenar harus dikritisi dan dipahami dalam konteks sejarahnya. Jangan sampai ajaran tersebut disalahartikan dan menimbulkan pemahaman yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Pelestarian dan Penelitian:
Masih banyak misteri yang belum terungkap tentang Siti Jenar. Untuk itu, penelitian sejarah dan filologi perlu terus dilakukan untuk merekonstruksi kisah hidupnya secara lebih akurat. Naskah-naskah kuno yang berbicara tentang Siti Jenar perlu dikaji dan diinterpretasikan secara kritis.
Selain itu, tradisi lisan yang menceritakan tentang Siti Jenar juga perlu didokumentasikan. Dengan demikian, cerita tentang Siti Jenar dapat tetap lestari dan dipelajari oleh generasi selanjutnya.
Warisan Intelektual Siti Jenar
Meskipun ajaran “Manunggaling Kawula Gusti” dianggap kontroversial, Siti Jenar tetap meninggalkan warisan intelektual yang patut dipertimbangkan.
Penekanan pada Relasi Manusia dengan Tuhan:
Ajaran Siti Jenar, terlepas dari kontroversinya, menegaskan pentingnya hubungan yang dekat antara manusia dengan Tuhan. Konsep “manunggal” bisa dilihat sebagai metafora untuk menggambarkan betapa manusia harus berserah diri dan mencari kedekatan dengan Sang Pencipta.
Sinkretisme Islam dan Budaya Lokal:
Ajaran Siti Jenar dapat dilihat sebagai representasi dari sinkretisme Islam dengan budaya lokal Jawa. Konsep “manunggal” memiliki kemiripan dengan pandangan kejawen tentang hubungan manusia dengan alam dan Tuhan. Hal ini menunjukkan dinamika pertemuan Islam dengan budaya Nusantara yang menghasilkan corak religiusitas yang baru.
Wacana Kritis dalam Islam Nusantara:
Kemunculan ajaran Siti Jenar menunjukkan adanya wacana kritis dalam Islam Nusantara. Paradigma keberagamaan yang di bawa oleh wali songo tidak selalu diterima secara pasif. Munculnya pemikiran Siti Jenar menandakan bahwa umat Islam Nusantara juga melakukan reinterpretasi dan reinterpretasi terhadap ajaran Islam.
Pandangan Para Cendekiawan tentang Siti Jenar
Siti Jenar merupakan tokoh yang sering dibahas oleh para cendekiawan Muslim Indonesia. Berikut adalah beberapa pandangan cendekiawan tersebut:
-
Prof. Dr. Hamka: Cendekiawan dan budayawan terkemuka Hamka memandang Siti Jenar sebagai sufi kontroversial yang ingin mengungkapkan pengalaman batinnya yang mendalam tentang hubungan dengan Tuhan. Menurut Hamka, ajaran Siti Jenar harus dilihat secara metaforis dan tidak boleh diartikan secara harfiah.
-
Dr. Fahruddin Razi: Cendekiawan Islam Fahruddin Razi berpendapat bahwa ajaran Siti Jenar terinspirasi oleh filsafat Wahdatul Wujud Ibn Arabi. Konsep “manunggal” dipandang sebagai upaya untuk menjelaskan konsep wahdatul wujud dalam konteks kebudayaan Jawa.
-
Azyumardi Azra: Cendekiawan Islam Azyumardi Azra melihat Siti Jenar sebagai representasi dari Islam transenden yang menekankan pencarian hakikat kebenaran ultimate. Menurut Azra, ajaran Siti Jenar meskipun kontroversial, tetap menjadi bagian dari kekayaan wacana intelektual Islam Nusantara.
Kesimpulan
Siti Jenar adalah tokoh kontroversial namun memiliki pengaruh besar dalam sejarah dan budaya Jawa. Ajarannya menimbulkan perdebatan teologis dan konflik politik, namun juga ikut membentuk corak Islam Nusantara yang khas. Warisan intelektualnya berupa penekanan pada hubungan manusia dengan Tuhan, sinkretisme Islam dan budaya lokal, serta munculnya wacana kritis dalam Islam Nusantara. Pandangan para cendekiawan tentang Siti Jenar menunjukkan kompleksitas dan kekayaan wacana keislaman di Indonesia.